Web Series Pandawa Agri Indonesia

Pestisida – Akankah Sejarah Terulang?

Holaa! Selamat datang di Web Series Pandawa Agri Indonesia. Webseries ini akan bercerita tentang “Kenapa sih Reduktan Pestisida bisa ‘lahir’ di dunia ini?” Akan ada banyak hal menarik yang disajikan di setiap seriesnya dan beberapa menit kedepan kamu akan menikmati episode pertama webseries kita. Enjoy!
(Psst, temukan hint-hint seru di setiap seriesnya)

Dengarkan Artikel Ini

Pestisida – Akankah Sejarah Terulang?

Halo Teman Pandawa Agri, pernah nggak sih kamu memikirkan bahwa orang tua itu seperti anak kecil, dan anak kecil itu seperti orang tua? Misalnya nih, jika kita perhatikan bayi yang baru lahir, mereka tidak memiliki gigi. Begitu juga dengan orang tua, seperti nenek atau kakek kita. Atau mungkin bayi yang selalu diperhatikan gerak geriknya karena belum bisa apa-apa, orang tua pun begitu ketika memasuki usia senja. Mereka membutuhkan perhatian yang lebih. Dari gambaran ini, sepertinya kehidupan itu memiliki siklus yang berulang ya?!

Seperti siklus kehidupan yang terjadi pada manusia, di dunia mungkin hal ini bisa disebut dengan sejarah yang berulang. Misalnya wabah yang terjadi pada manusia. Belum genap 100 tahun yang lalu dunia digegerkan dengan serangan serangga yang menginvasi kehidupan manusia yang menyebabkan beberapa wabah penyakit muncul, kemudian datanglah pestisida yang dapat meredakan serangan tersebut.

Hari ini kita kembali dipertemukan dengan serangan yang juga menginvasi kehidupan manusia, namun bukan serangan serangga melainkan serangan virus yang kita kenal sebagai wabah Covid-19, kemudian vaksin dapat meredakan wabah tersebut dan membuat keadaan berangsur-angsur kembali normal. Pernahkan kalian berpikir, apakah ini memang benar sejarah yang berulang ataukah kita hanya merasakan Déjà vu saja?

Sejarah berulang dan Déjà vu.

Kalau kamu menganggap dirimu pernah merasakan atau melihat dan mengganggap hal tersebut pernah terjadi di masa lampau tapi sebenarnya belum pernah terjadi, berarti kamu mengalami Déjà vu. Saat vaksin dari covid 19 ditemukan, semua orang diseluruh dunia termasuk kita, diwajibkan untuk menggunakan vaksin agar virus covid 19 dapat dikendalikan. Di saat yang sama ketika kita sedang bertarung melawan virus tersebut, kita juga dihadapi oleh krisis pangan, kelaparan, konflik antar manusia, hilangnya populasi keanekaragaman hayati, global warming, dan berbagai masalah dunia yang terjadi saat ini.

Coba kita lihat ke masa lalu tentang apa yang terjadi saat serangan serangga yang mewabah dan sejarah penemuan pestisida. Betulkah ini sejarah yang berulang, ataukah kita hanya Déjà vu?

Wisata Masa Lalu

Sebelum kita menemukan jawaban apakah ini sejarah yang akan berulang ataukah Déjà vu, perkenalkan seorang ilmuan dari Swiss yang bernama Paul Muller. Saat itu, pada tahun 1939 beliau menemukan Dichlorodiphenyltrichloroethane atau yang kita kenal DDT. DDT merupakan insektisida yang paling efektif mengendalikan berbagai macam hama seperti kutu, kumbang Colorado, dan nyamuk pada masanya.

Akibat dari keefektifitasan DDT tersebut, penemuan Paul Muller ini berhasil mengatasi krisis pangan yang terjadi di negara asalnya, Swiss. Tidak berhenti disana, saat perang dunia kedua manusia dihadapi oleh berbagai krisis wabah yang dikenal dengan malaria & typhus. DDT memainkan perannya dalam mengendalikan penyebaran penyakit menular ini dengan sangat baik.

Pesticide - Does the History Repeat?!

Tahun : Kasus 
1940 : 2.191 
1941 : 245
1942 : 369
1943 : 12?
1944 : 141
1945 : 1874

Tahun : Kasus 
1940 : 2
1941 : 846

Tahun : Kasus 
1940 : 256
1941 : 115
1942 : 907
1943 : 12.885
1944 : 6.436
1945 : 826

Tahun : Kasus 
1940 : 3.636
1941 : 9.324
1942 : 32.288 
1943 : 40.084
1944 : 18.533
1945 : 15.746

Tahun : Kasus 
1940 : 3.636
1941 : 9.324
1942 : 32.288 
1943 : 40.084
1944 : 18.533
1945 : 15.746

Tahun : Kasus 
1940 : 716
1941 : 704
1942 : 427
1943 : 4.234
1944 : 3.121
1945 : 2.700

Tahun : Kasus 
1940 : 2.146
1941 : 12.827
1942 : 35.205
1943 : 8.321
1944 : 1.770
1945 : 1.024

Tahun : Kasus 
1940 : 651
1941 : 7.078
1942 : 16.295
1943 : 356?
1944 : 1.007
1945 : 403

Tahun : Kasus 
1940 : 355
1941 : 1.471
1942 : 25.846
1943 : 16.191
1944 : 2.928
1945 : 8.243

Tahun : Kasus 
1940 : 14
1941 : 9.560
1942 : 4.144
1943 : 640
1944 : 498
1945 : 27

Tahun : Kasus 
1941 : 2
1942 : 230
1944 : 11?
1945 : 303

Tahun : Kasus 
1943 : 699+
1944 : 1.215+
1945 : 198

Tahun : Kasus 
1940 : 1.403
1941 : 1.827
1942 : 3.992
1943 : 8.441
1944 : 6.000+
1945 : 8.244

Tahun : Kasus 
1940 : 155
1941 : 281
1942 : 709
1943 : 1.843
1944 : 702
1945 : 979

Tahun : Kasus 
1940 : 282
1941 : 86
1944 : 8.243
1945 : 2.285

Tahun : Kasus 
1940 : 43
1941 : 7
1943 : 99
1944 : 388
1945 : 697

Tahun : Kasus 
1940 : 93
1941 : 652
1942 : 827
1943 : 1.012
1944 : 3.336

Tahun : Kasus 
1940 : 12.000
1945 : 14.000

Tahun : Kasus 
1940 : 230
1941 : 2.158
1942 : 2.043
1943 : 5.058
1944 : 2.467
1945 : 18.000t

Tahun : Kasus 
1942 : 1
1945 : 26 

Belum genap 100 tahun berlalu dari hari ini, di tahun 1940-an saat itu baru saja sebuah wabah bernama typhus berhasil dikendalikan dengan berbagai cara, salah satunya dengan DDT. Sebenarnya wabah typhus ini sudah ada sejak akhir abad 19 hingga awal abad 20an. Tapi momen paling parah atau puncak dari wabah ini terjadi saat perang dunia pertama, Revolusi Bolshevik yang terjadi di Rusia, dan perang dunia kedua. Dimana pada saat itu, terjadi perpindahan penduduk besar-besaran yang menyebabkan wabah menyebar tak terkendali.

Typhus adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh Rickettsia prowazekii. Patogennya ditularkan melalui kutu tubuh Pediculus humanus yang mengigit kulit manusia. Karena kutu ini senang dengan tempat yang kumuh dan tinggal di baju manusia, dengan momen perpindahan yang besar-besaran pada saat itu, pandemi typhus menyebar dengan sangat mudah. Manusia yang terinfeksi typhus mengalami demam hebat, pingsan, dan pada kondisi yang serius bisa menyebabkan kematian. Wabah typhus ini menyebar di Eropa, Afrika, bahkan Asia. 

Krisis lain yang muncul pada saat yang bersamaan dengan wabah typhus adalah malaria. Meskipun malaria masih menjadi wabah di beberapa negara saat ini termasuk Indonesia , namun pada saat perang dunia kedua parahnya dampak yang ditimbulkan pada malaria berhasil menghilangkan prajurit secara signifikan. Menurut data dari Army Heritage pada perang dunia kedua bahwa 60-65% prajurit yang bertugas di Asia Pasifik menderita malaria.

Saat diketahui penyebaran malaria berasal dari nyamuk Anopheles, penggunaan DDT langsung menyebar secara luas di seluruh dunia. Hasilnya sesuai dengan ekspektasi, penyebaran malaria berhasil dikendalikan di banyak daerah. 

DDT juga menyelamatkan manusia dari krisis pangan di Swiss pada masa peperangan. Pada tahun 1942, hampir satu pon perkapita DDT menyelamatkan tanaman kentang dari serangan Kumbang Colorado. Keampuhan DDT dalam menanggulangi serangan hama telah menyelamatkan penduduk Swiss dari krisis pangan dan kelaparan hebat

Begitulah sekelumit kisah DDT yang muncul menjadi superhero dalam berbagai situasi krisis pada masa itu. Meskipun sebelumnya sudah ada insektisida yang dapat mengendalikan serangga, namun belum ada insektisida yang aman bagi mamalia. Paul Muller sebagai penemu DDT berhasil mengembangkan insektisida yang aman bagi mamalia, burung, ikan, dan tumbuhan sesuai dengan ekspektasinya. Dalam penemuannya ini DDT juga tidak memiliki bau yang menyengat, harga yang affordable, dan juga stabil secara kimiawi sehingga memungkinkan untuk bertahan di lingkungan. Kestabilan DDT inilah yang memberi dampak yang signifikan pada sejarah DDT.

DDT, Apakah benar sebaik itu?

DDT, penemuan yang menyelamatkan jutaan manusia tersebut terus membuat banyak cerita baru. Kejutan demi kejutan hadir namun ini bukanlah apa yang ingin kita dengar. Episode baru tentang DDT sebagai superhero berubah menjadi villain dalam sejarah.

Maraknya penggunaan DDT menjadi penyebab menurunnya populasi elang di Amerika Serikat. Fenomena ini mengganggu keseimbangan rantai makanan alami sebab residu DDT terakumulasi pada tanah, air, dan udara dalam jumlah yang banyak. Elang sebagai pemegang tahta tertinggi dalam rantai makanan terkontaminasi DDT melalui ikan sebagai sumber makanannya. Akibatnya, telur yang dihasilkan elang menjadi rapuh kemudian terjadilah penurunan jumlah elang secara signifikan.

Buku berjudul Silent Spring karya Rachel Carson (1962) berhasil membuka mata dunia atas efek yang ditimbulkan dari massive-nya penggunaan DDT. Regulasi tentang penggunaan DDT dikeluarkan segera setelah buku ini viral . Hingga pada tahun 1972 DDT dilarang digunakan di Amerika Serikat dan diikuti negara-negara lainnya. 

Saat ini DDT sudah diberhentikan aplikasinya di banyak negara, meskipun begitu DDT masih digunakan pada keadaan darurat karena dianggap insektisida paling ampuh dalam mengendalikan wabah malaria. Di negara Uganda (hingga 2011), tingginya kasus malaria masih dikendalikan dengan DDT. Namun hal tersebut berimbas pada pertanian. Pasalnya petani Uganda yang dikenal dengan hasil tani organik tercemar akibat penggunaan DDT. Akibatnya, market utama petani Uganda yaitu Eropa menghilang. 

Tidak jauh berbeda dengan Uganda, Indonesia juga menggunakan DDT dalam pengendalian malaria. Hingga pada tahun 1990 Indonesia berhenti menggunakan DDT dan beralih ke pestisida lainnya yang mengandung lebih sedikit bahan kimia beracun. 

Setelah puluhan tahun larangan DDT diterapkan di Indonesia ternyata residu DDT masih ditemukan di dalam tanah dalam jumlah yang melebihi batas maksimum residu. Hal tersebut dikarenakan sifat kimia DDT yang persisten dan sulit terurai. DDT membutuhkan waktu puluhan hingga ratusan tahun untuk dapat terdegradasi tergantung pada kondisi tanah dan iklim.

Pestisida Hari ini!

Kembali ke masa kini, pestisida semakin lama semakin berkembang. Hingga 2020 sebanyak 659 pestisida dikelompokkan berdasarkan tingkat bahayanya terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Tim Pandawa Agri menemukan fakta menarik bahwa hingga saat ini sekitar 2 juta ton pestisida digunakan setiap tahunnya secara global. 50% adalah herbisida (glifosat, parakuat, bahan aktif racun rumput), 30% insektisida (neonicotinoid, bahan aktif insektisida), 18% fungisida, sisanya rodentisida dan nematisida

Regulasi mengenai pengendalian penggunaan pestisida terus dikeluarkan guna melindungi lingkungan, hewan, dan manusia. Gangguan keseimbangan alam sudah mulai terlihat dan sedang kita rasakan. Misalnya penyebab krisis makanan yang terjadi saat ini salah satunya adalah akibat dari populasi lebah yang menurun. Namun, meskipun pelarangan penggunaan pestisida dikeluarkan, permintaan penggunaan pestisida terus meningkat terutama pada negara berkembang.

Untuk kita renungkan

Setelah kamu membaca artikel ini dan melihat fenomena yang terjadi saat ini, menurutmu apakah ini seperti sejarah yang berulang ataukah kita hanya merasa dejavu saja?

Apakah pestisida itu sendiri adalah villain ataukah pestisida akan kembali menjadi hero seperti siklus hidupnya?
Atau dibalik semua itu, sebenarnya manusialah yang memiliki andil besar dalam menentukan pestisida itu akan menjadi villain atau hero?

Di episode selanjutnya, kita akan mencari tahu bagaimana bisa kejadian-kejadian tidak menyenangkan terjadi setelah pestisida ditemukan? Apa benar pestisida adalah penyebabnya? Tunggu artikel selanjutnya ya!

Source : 

  • https://www.brainacademy.id/blog/pengertian-dan-penyebab-dejavu
  • https://www.nobelprize.org/prizes/medicine/1948/muller/biographical/
  • https://europepmc.org/backend/ptpmcrender.fcgi?accid=PMC1643864&blobtype=pdf
  • https://www.cambridge.org/core/services/aop-cambridge-core/content/view/0AF993E555D30A9F8DCD864F4DDD4344/S0025727300058725a.pdf/div-class-title-typhus-and-its-control-in-russia-1870-1940-div.pdf
  • https://www.sciencedirect.com/topics/immunology-and-microbiology/anopheles
  • https://www.malaria.id/artikel
  • https://www.armyheritage.org/soldier-stories-information/malaria-in-world-war-ii/
  • https://www.britannica.com/biography/Paul-Hermann-Muller
  • https://en.wikipedia.org/wiki/History_of_malaria https://www.nobelprize.org/prizes/medicine/1948/muller/biographical/
  • https://www.princegeorgecitizen.com/opinion/ddt-the-weapon-that-saved-the-war-3693518
  • https://www.princegeorgecitizen.com/opinion/ddt-didnt-have-dark-beginnings-3696279
  • https://www.princegeorgecitizen.com/opinion/ddt-the-weapon-that-saved-the-war-3693518
  • https://www.princegeorgecitizen.com/opinion/ddt-didnt-have-dark-beginnings-3696279
  • https://fee.org/articles/paul-hermann-mueller-the-swiss-chemist-who-developed-ddt-and-saved-millions-of-lives/
  • https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/dirtydozen/view?slug=ddt https://www.rudyct.com/dethh/9.ddt.abad.21.htm
  • https://www.britannica.com/science/DDT
  • https://www.rudyct.com/dethh/9.ddt.abad.21.html
  • https://www.voaindonesia.com/a/pembasmian-nymauk-malaria-dengan-ddt-di-uganda-kontroversial–121025744/92700.html
  • https://jawawa.id/newsitem/indonesia-defends-decision-to-export-ddt-stock-to-nepal-1447893297 https://edepot.wur.nl/282643
  • https://jdmlm.ub.ac.id/index.php/jdmlm/article/view/1025/pdf
  • https://www.europarl.europa.eu/cmsdata/219887/Pesticides health and food.pdf
  • https://pandawaid.com/bee-population-decline-because-of-insecticide-addiction/
  • https://www.nytimes.com/2013/03/29/science/earth/soaring-bee-deaths-in-2012-sound-alarm-on-malady.html

About Pandawa Agri Indonesia

Pandawa Agri Indonesia is the first life-science-based company from Indonesia and is currently the only one that has innovation in the development of pesticide-reducing products (pesticide reductants). Starting from this innovation, Pandawa Agri Indonesia is committed to helping agricultural business actors to realize agricultural practices that are sustainable, environmentally friendly, safe for users, and also cost-efficient.

For more information visit www.pandawaid.com.

 

Let's Create Sustainable Agriculture Together!

We use cookies to improve your experience on our website

We use cookies to give you the best experience when you visit pandawaid.com. By using our website you agree to our Terms and Conditions and Privacy Policy