Kenaikan harga glifosat pada pertengahan tahun 2021 ini memang cukup mengkhawatirkan. Bagaimana tidak? Sepanjang semester pertama 2021, kenaikan harga glifosat terus berangsur menanjak dari angka 4.10 US Dollar sampai mendekati angka 8.00 US Dollar.
Konsistensi kenaikan ini akibat rentetan berbagai peristiwa yang bermula pada awal tahun 2020 lalu. Utamanya yang masih membayangi sampai sekarang yaitu pandemi Covid-19. Kemunculan kasus pertama Covid-19 di China pada awal tahun 2020 menandai kenaikan harga yang menyebabkan panic buying glifosat di pasaran. Walaupun pada akhirnya stok bahan aktif satu ini masih aman dan bertahan di kisaran angka harga 3.00 US Dollar sampai pertengahan tahun 2020.
Berdasarkan analisis dari tim Pandawa Agri Indonesia, maraton kenaikan harga glifosat benar-benar dimulai pada bulan Agustus 2020. Penyebabnya yaitu banjir bandang di wilayah China karena aliran Sungai Yang-Tze yang meluap, sehingga melumpuhkan kota-kota sepanjang sepanjang aliran sungai, tak terkecuali daerah-daerah industri agrokimiapenting di negara tersebut.
Pandawa Agri Indonesia menyadari sejak peningkatan harga glifosat pada bulan Agustus 2020, gap kenaikan harga bertambah secara konsisten dan progresif. Kondisi ini semakin masuk akal jika melihat China sebagai pemasok 60% dunia sedang memasuki tahap pemulihan pasca banjir.
Terlepas dari kondisi diatas, pandemi Covid-19 secara jelas juga mempunyai andil yang lebih konsisten pada fenomena kenaikan harga glifosat. Penerapan kebijakan lockdown misalnya, tentu saja hal tersebut dapat berimbas pada manajemen supply chain di seluruh dunia.
Kondisi tidak banyak berubah memasuki tahun 2021. Kembali naiknya kasus Covid-19 di China menjadi penghalang besar pertumbuhan ekonomi global. Menurut data publik ICAMA (The Institute for the Control of Agrochemicals under the Ministry of Agricultural), ekspor agrokimia yang di dalamnya termasuk glifosat meningkat tajam pada Januari 2021 dengan sebagian besar permintaan berasal dari pasar domestik.
Baca juga artikel lainnya :
- Pandawa Agri Indonesia is Now B Corp Certified: Leading the Way in Building a Sustainable and Regenerative Agricultural Ecosystem
- Bulog Partners with Pandawa Agri Indonesia to Boost Food Security and Farmers’ Productivity in Banyuwangi through Mitra Tani Program
- Pandawa Agri Indonesia Takes First Place at Indonesia’s SDGs Action Awards 2024 for Sustainable Innovation
Selain China, pada awal Februari 2021 di Amerika Serikat tepatnya di Texas, telah terjadi peristiwa krisis listrik yang disebabkan peralatan pembangkit energi di negara bagian tersebut tidak berfungsi karena dihantam badai musim dingin.
Kejadian tersebut mendorong para produsen pembangkit listrik di Texas meningkatkan permintaan gas alam untuk memulihkan kembali listrik di daerahnya. Permintaan gas alam dalam jumlah besar secara tidak langsung berdampak pada industri agrokimia, sebab gas alam juga dibutuhkan sebagai salah satu komponen produksi pembuatan glifosat.
Setelah badai musim dingin, Pandawa Agri Indonesia mencatat bahwa kenaikan harga glifosat masih merangkak naik pada angka 4.56 US Dollar per 25 Februari 2021. Kondisi ini menggambarkan dampak krisis energi di Texas sebelumnya menjadi salah satu faktor penyebabnya.
Sejak krisis tersebut, Amerika Serikat sebagai salah satu pemasok glifosat dunia dan sekaligus pemasok utama pasar agrokimia Amerika Latin, belum dapat secara maksimal memenuhi permintaan ekspor. Imbasnya, industri agrokimia Amerika Latin mengalihkan permintaan bahan baku kepada China. Di sisi lain, produsen bahan baku agrokimia China tentu saja tidak akan sepenuhnya siap memenuhi permintaan yang berlipat ganda. Ketidakseimbangan permintaan dan ketersediaan glifosat tidak bisa dihindarkan.
Kenaikan harga glifosat akhirnya mempunyai tren yang mengkhawatirkan sepanjang semester 1 2021. Pandawa Agri Indonesia mencatat angka 4.56 US Dollar pada bulan Februari 2021 dan saat pada bulan juli ini sudah berada pada kisaran 7.90 sampai 8.00 US Dollar.
Berangkat dari semua peristiwa di atas, kenaikan ini menjadi yang terburuk sejak tahun 2008. Para pakar agrokimia khawatir angka yang sekarang ini dapat terus naik bahkan menyentuh rekor harga 11 US Dollar seperti pada tahun 2008. Beberapa sumber mengatakan kenaikan harga glifosat ini diprediksi akan terus berlangsung sampai pertengahan tahun 2022 sebab, pandemi Covid-19 diprediksi masih tetap ada sampai tahun depan. Selain itu, belum seimbangnya permintaan dan ketersediaan glifosat secara keseluruhan akan berdampak kurang menyenangkan bagi industri agrokimia.
Property of Pandawa Agri Indonesia
Merangkum semua peristiwa diatas muncul banyak pertanyaan kapan kira-kira harga dari glifosat akan kembali turun? Jawabannya tentu saja masih sebatas prediksi. Seharusnya, fokus dari pertanyaan ini mengarah pada poin apakah angkanya akan kembali pada kisaran 3.00 US Dollar seperti pada awal tahun 2020? Tentu saja masih menjadi kekhawatiran melihat semua sektor yang berhubungan masih dalam tahap pemulihan.
Tidak hanya glifosat, harga Amonium Glufosinat juga terpantau oleh Pandawa Agri Indonesia akan terus naik (akan kita bahas lebih lanjut pada postingan selanjutnya). Apa dampaknya bagi Indonesia jika harga bahan-bahan aktif ini naik? Ada 3 hal yang perlu kita waspadai yaitu harga penjualan di Indonesia yang pastinya juga akan ikut naik, harga yang akan berubah secara cepat (bulanan atau bahkan mingguan), dan juga supply yang terbatas.
Di sisi lain, saat kita semua bergerak menuju pemulihan kondisi global, pentingnya inovasi sebagai alternatif menghadapi kenaikan harga glifosat dapat memberi ruang harapan bagaimana nantinya dunia pertanian menghadapi krisis ini.
Salah satu inovasi yang dapat dilakukan adalah pengurangan dosis herbisida menggunakan reduktan. Reduktan mempunyai fungsi mengurangi jumlah dosis herbisida tanpa mengurangi efikasinya mengendalikan gulma.
Penggunaan reduktan sekaligus dapat menurunkan dampak kurang baik dari penggunaan herbisida terhadap lingkungan. Selain itu, penggunaan herbisida dalam jumlah yang lebih sedikit tentu saja dapat menekan biaya yang dikeluarkan.
Inovasi ini pada akhirnya dapat memberikan cara yang lebih baik bagi konsumen produk agrokimia untuk mengelola resiko biaya pembelian bahan baku. Sebuah kabar baik menghadapi kenaikan harga glifosat, dan juga menjadi poin penting untuk tetap fokus pada pertanian yang berkelanjutan.