Sebelum kita membahas lebih lanjut, apakah kamu tahu apa itu carbon footprint? Carbon footprint atau jejak karbon adalah total gas rumah kaca yang dihasilkan dari setiap tindakan yang kita lakukan seperti makan, melakukan perjalanan, menggunakan listrik, dan kegiatan sederhana lainnya menghasilkan gas rumah kaca seperti karbon dioksida, gas metana, dinitrogen oksida yang memberikan dampak pada bumi.
Kita adalah penyumbang dari carbon footprint. Rata-rata satu orang di Amerika Serikat menyumbang sebesar 16 ton carbon footprint setiap tahunnya. Secara global, setiap kita menyumbang 4 ton carbon footprint. Padahal, idealnya carbon footprint yang dihasilkan setiap satu orang berada di bawah 2 ton agar suhu bumi tidak naik sebesar 2 derajat celcius pada tahun 2050.
Kalkulasi dari total carbon footprint yang dihasilkan adalah berupa estimasi, bukan angka yang persis akurat. Namun, bukan berarti total carbon footprint yang didapatkan tidak dapat dipercaya. Hal ini dikarenakan total karbon dihitung dari awal hingga akhir proses setiap aktivitas. Misalnya, mainan plastik yang kita miliki di rumah. Jejak karbon yang dihasilkan dari mainan plastik itu tidak hanya mencakup proses pengangkutan mainan dari pabrik ke pasar, namun harus ditelusuri kembali jejak karbon dari awal proses pembuatannya. Seperti proses ekstraksi dan pemroses minyak yang digunakan untuk membuat plastik, perjalanan karyawan pabrik, hingga penggunaan klip baja untuk membungkus mainan plastik tersebut. Setiap aktivitas tersebut akan menghasilkan jejak karbon yang kemudian menjadi estimasi dari perhitungan satu aktivitas total karbon.
Pada tahun 2021, World Resources Institute mengidentifikasi Indonesia sebagai salah satu dari sepuluh besar penghasil gas rumah kaca di dunia. Gas ini dihasilkan oleh berbagai aktivitas manusia, antara lain penggunaan bahan bakar fosil, kehutanan, penggunaan lahan dan gambut, pertanian, lahan gambut, limbah, dan aktivitas industri. Dua sektor pertama yang disebutkan sebelumnya menyumbang 73% dari emisi gas rumah kaca Indonesia pada tahun 2017.
Pandawa Agri Indonesia (PAI) menemukan bahwa kontributor paling signifikan terhadap total emisi karbon secara global berasal dari sektor pertanian. Sebesar 14% berasal dari perubahan penggunaan lahan, ternak, dan produksi tanaman.
Indonesia sebagai salah satu negara agraris ternyata sempat menempati ranking 5 terbesar penyumbang gas emisi global dari sektor pertanian. Bahkan pada tahun 2018 Indonesia adalah negara pertama penyumbang emisi, hampir 730 Mt CO2eq (miliar ton karbon dioksida equivalen) dihasilkan. Indonesia, Brazil, dan India merupakan negara penyumbang global emisi terbesar dari sektor pertanian sebesar 30%.
Baca juga artikel lainnya :
- Pandawa Agri Indonesia Luncurkan Laporan Keberlanjutan Kedua: Meningkatkan Ketahanan Pertanian (Fostering Agricultural Resilience)
- Pandawa Agri Transformasi Pertanian Kopi Robusta Pagar Alam dengan Teknologi PPAI™
- Laporan Dampak Pandawa Agri 2023: Mendorong Transformasi Pertanian Berketahanan Iklim
Pertanian berkelanjutan dibutuhkan untuk mengurangi total emisi pertanian yang dihasilkan. Dengan adanya pertanian berkelanjutan tidak hanya menyelesaikan permasalahan carbon footprint namun juga memenuhi kebutuhan pangan pada populasi yang semakin meningkat di masa depan. Diperkirakan pada tahun 2050 akan ada 10 miliar manusia yang harus dipenuhi kebutuhan pangannya. Mengatasi permasalahan tersebut, PBB menetapkan sebuah agenda Sustainable Development Goals (SDGs) yang berfokus pada 169 target, salah satunya pertanian berkelanjutan.
Menanggapi agenda dari SDGs, World Resource Institute menjelaskan beberapa solusi di bidang pertanian berkelanjutan. Salah satunya dengan mengurangi emisi Green House Gas (GHG) pada produksi pertanian. GHG diproyeksikan akan terus meningkat dari 7-9% gigaton per tahun atau lebih pada 2050. Penyebab utama dari peningkatan ini salah satunya berasal dari budidaya padi.
Pada budidaya padi, sawah ternyata menyumbang setidaknya 10% dari emisi produksi pertanian pada 2010, terutama dalam bentuk metana. Metode produksi beras yang lebih sedikit emisi dan sumber daya perlu diterapkan. Misalnya, mempersingkat durasi penggenangan lapangan dapat mengurangi ketinggian air untuk mengurangi pertumbuhan bakteri penghasil metana. Menerapkan praktik ini bisa mengurangi emisi hingga 90% sekaligus menghemat air dan meningkatkan hasil panen padi.
Penerapan pupuk dengan lebih efisien dapat mengurangi emisi karbon yang dihasilkan. Pada 2010 emisi dari pupuk menyumbang sekitar 19% dari total emisi produksi pertanian. Ternyata, tanaman hanya menyerap setengah nitrogen yang digunakan sebagai pupuk. Sisa nitrogen yang tidak diserap tanaman akan dipancarkan ke atmosfer atau menjadi limpasan (partikel yang berada di permukaan).
Meningkatnya emisi GHG pada budidaya padi juga tidak lepas dari penggunaan pestisida. Mengurangi penggunaan pestisida dan meningkatkan efisiensi budidaya pertanian akan mengurangi emisi karbon yang dihasilkan dari budidaya padi. Teknologi reduktan pestisida bisa mengurangi penggunaan dosis pestisida yang akan berdampak pada berkurangnya limpasan dari aplikasi pestisida yang tidak terserap sehingga karbon dapat terserap secara maksimal dan tidak mengapung di atmosfer.
Kesadaran mengenai carbon footprint yang kita hasilkan juga ternyata berdampak besar dan mempengaruhi banyak sektor. Sektor pertanian adalah sektor yang banyak menghasilkan jejak karbon. Namun, pertanian juga memiliki potensi yang besar untuk membantu mengurangi carbon footprint sehingga dapat mencegah perubahan iklim bumi yang diperkirakan terus meningkat hingga 2 derajat celcius di tahun 2050.
Pandawa Agri Indonesia saat ini sedang menerapkan serangkaian teknologi untuk membantu para petani khususnya para petani padi di wilayah Nagekeo (Mbay), Nusa Tenggara Timur untuk meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman padi mereka dengan pendekatan aplikasi budidaya yang ramah lingkungan. Teknologi PPAI itu sendiri adalah serangkaian teknologi yang mengedepankan pendekatan budidaya tanaman (tidak hanya padi) dengan menggunakan input pertanian yang ramah lingkungan dan tentunya pengurangan penggunaan pestisida.
Dalam mengadaptasi serangkaian teknologi ini, tim Pandawa Agri Indonesia bekerja sama dengan pemerintah kabupaten Nagekeo dalam memberikan pendampingan langsung kepada para petani dalam pemilihan dan aplikasi benih yang bersertifikat, penggunaan pupuk mikro dan pupuk silika, dekomposer jerami, mikoriza, dan mengurangi penggunaan pestisida melalui reduktan herbisida dan reduktan insektisida. Hal ini sejalan dengan target sustainable development goals seperti No Poverty, Zero Hunger, Good Health and Well Being, Responsible Consumption and Production, Climate Action, Life on Land, dan Partnership for the Goals.
Teman-teman petani di Nagekeo juga senang untuk bertukar pikiran dengan tim Pandawa Agri Indonesia, atau biasa kami sebut sebagai PAIoneers, yang berada di sana. Bertukar pikiran atau sharing tentang hal-hal terbaru yang ada di dunia pertanian, terutama bagaimana caranya untuk bertani yang lebih ramah lingkungan namun tetap bisa menghasilkan kuantitas dan kualitas panen yang optimal. Hal ini membuat petani menyadari pentingnya menjaga kesehatan tanah, air, dan komponen lain pendukung padi itu sendiri.
Menariknya, ternyata kita semua terhubung. Hal kecil yang kita lakukan, seperti mendampingi petani dan bertukar pikiran dengan mereka, bisa merubah pola pikir sehingga dapat memberikan dampak yang besar untuk bumi kita. Tanpa kita sadari, hal kecil memberikan banyak pertolongan untuk masa depan bumi kita. Lalu, langkah kecil apa lagi yang bisa kita lakukan untuk menyelamatkan bumi kita di masa depan?
Sumber :
- https://www.theguardian.com/environment/2012/apr/04/carbon-footprint-calculated#:~:text=Typically%2C%20a%20carbon%20footprint%20is,as%20vapour%20trails%20from%20aeroplanes
- https://www.nature.org/en-us/get-involved/how-to-help/carbon-footprint-calculator/
- https://www.theguardian.com/environment/2012/apr/04/carbon-footprint-calculated#:~:text=Typically%2C%20a%20carbon%20footprint%20is,as%20vapour%20trails%20from%20aeroplanes
- https://www.bppt.go.id/berita-bppt/hadapi-perubahan-iklim-bppt-gandeng-korea-selatan-kembangkan-ekosistem-inovasi-teknologi-hijau
- https://www4.unfccc.int/sites/SubmissionsStaging/Documents/201811071654—CLI%20Submission%20Carbon%20Footprint.pdf
- https://www.fao.org/3/cb3808en/cb3808en.pdf
- https://www.wri.org/insights/how-sustainably-feed-10-billion-people-2050-21-charts
Tentang Pandawa Agri Indonesia
Pandawa Agri Indonesia merupakan perusahaan berbasis lifescience pertama dari Indonesia dan saat ini satu-satunya yang memiliki inovasi dalam pengembangan produk pengurang pestisida (reduktan pestisida). Berawal dari inovasi tersebut, Pandawa Agri Indonesia berkomitmen membantu para pelaku usaha pertanian untuk mewujudkan praktik-praktik pertanian yang berkelanjutan, ramah lingkungan, aman bagi pengguna, dan juga efisiensi biaya.
Untuk informasi lebih lanjut kunjungi: Pandawa Agri Indonesia