Jika kita bisa kembali ke masa lalu, bisakah kita menemani Newton duduk di bawah pohon apel saat menemukan teori gravitasi? Atau jika kita bisa melihat masa depan, bisakah kita mencegah masalah-masalah yang akan datang?
Di dunia yang selalu ada masalah, akan selalu ada orang-orang baik yang mencoba memberikan solusinya. Seperti alat komunikasi yang kita gunakan saat ini, dahulu orang berkirim pesan melalui merpati, namun sekarang kita beralih menggunakan teknologi bernama smartphone.
Banyak sekali yang berubah dalam 100 tahun terakhir. Jika kita berbicara dengan kakek dan nenek di rumah, mereka akan menceritakan bagaimana dunia berubah begitu cepat. Saat kakek dan nenek masih muda mereka hanya berbicara dengan tetangganya atau yang dekat dengan lingkungannya. Siapa menyangka 50 tahun kemudian mereka bisa berbicara bahkan melihat anak cucunya yang terpisah pulau dan samudra.
Penemuan Yang Dibanggakan
Penemuan-penemuan mengejutkan berhasil membantu memudahkan kita sebagai manusia dalam berkehidupan. Kita bersuka cita menyambut penemuan baru yang memberikan solusi terhadap masalah-masalah yang kita hadapi. Mulai dari masalah besar hingga masalah kecil dapat diselesaikan dengan penemuan-penemuan berharga.
Contohnya pada penemuan dalam bidang pertanian yang menghasilkan makanan yang kita konsumsi. Penemuan tersebut bernama glifosat yang ditemukan pada tahun 1970-an dan mengalami masa jayanya sejak 1996. Saat itu petani membutuhkan sebuah teknologi untuk mengendalikan hama gulma yang mengganggu budidaya tanpa merusak tanaman utama. Tak perlu waktu lama, setelah mengetahui manfaat glifosat, petani berbondong-bondong menggunakannya untuk merawat tanamannya dari gulma yang mengganggu.
Glifosat merupakan herbisida yang paling banyak digunakan dalam sejarah pertanian. Secara global, sebanyak 2 juta ton pestisida digunakan setiap tahunnya, dan 50%-nya adalah herbisida. Lalu, pada tahun 2019 penggunaan herbisida berbahan aktif glifosat meningkat hampir 15 kali lipat sejak pertengahan 90-an.
Property of Pandawa Agri Indonesia
Setelah tahun berganti tahun, glifosat yang diduga aman untuk hewan dan tumbuhan non target ternyata tidak seindah yang dipercaya. Dampaknya mulai terasa, dan kini banyak penelitian yang menguji dampak glifosat yang sudah menjadi budaya petani secara turun temurun.
Sebelumnya tim Pandawa Agri menuliskan bahaya insektisida berbahan aktif neonicotinoid pada lebah. Ternyata, glifosat sebagai bahan aktif yang paling banyak digunakan juga memberikan dampak yang kurang menyenangkan untuk polinator baik hati seperti lebah. Kandungan glifosat yang terpapar pada lebah dapat mempengaruhi bakteri penting pada usus lebah yang mengakibatkan lebah rentan terinfeksi patogen dan menurunkan keberhasilan koloni.
Ini bukanlah kabar yang baik karena glifosat membutuhkan waktu antara 3 hingga 133 hari untuk dapat terdegradasi tergantung kondisi air. Residu glifosat yang lama tertinggal dapat membahayakan vegetasi di tempat glifosat diaplikasikan. Ini akan membahayakan ekosistem mengingat luasnya penggunaan glifosat di seluruh dunia.
Lebih mengejutkan lagi, Tim Pandawa Agri Indonesia menemukan pernyataan yang diterbitkan oleh World Health Organisation bahwa glifosat dicurigai sebagai pemicu kanker pada manusia. Glifosat dan campuran glifosat (glifosat + inert) mengandung senyawa yang disebut “mungkin karsinogenik” yang merupakan penyebab penyakit kanker.
Aplikasi Glifosat Mulai Dilarang?
Photo by Unsplash
Lebih dari 50 tahun glifosat digunakan dalam pertanian, di Eropa kini mulai timbul perdebatan tentang aplikasi glifosat. Dampaknya yang berbahaya bagi lingkungan, hewan, dan manusia membuat negara di Eropa seperti Jerman memperketat regulasi dan akan menghentikan penggunaan glifosat di tahun 2023. Regulasi ini menimbulkan kontra pada petani yang menjadikan glifosat sebagai “alat penting” dalam budidaya tanamannya. Regulasi ini akan diikuti oleh negara-negara lainnya seperti Prancis, Italia dan tidak menutup kemungkinan pada negara-negara di seluruh dunia
Cepat atau lambat, regulasi glifosat ini akan mempengaruhi Indonesia sebagai negara yang mengekspor hasil tanaman seperti kopi, sawit, dan lainnya ke Eropa. Meskipun saat ini belum ada aturan mengenai penggunaan glifosat di Indonesia, glifosat harus menjadi perhatian utama pada pertanian.
Baca juga artikel lainnya :
- Pandawa Agri Indonesia Kini Bersertifikasi B Corp: Mempelopori Ekosistem Pertanian Regeneratif yang Berkelanjutan
- Bulog Gandeng Pandawa Agri Indonesia untuk Genjot Ketahanan Pangan dan Produktivitas Petani di Banyuwangi Lewat Program Mitra Tani
- Pandawa Agri Indonesia Raih Penghargaan Terbaik Pertama di Ajang SDGs Action Awards 2024 untuk Inovasi Berkelanjutan
- Raih Sertifikat EPD, Pandawa Agri Indonesia Bantu Pelaku Usaha Pertanian Mencapai Praktik Berkelanjutan
- Pandawa Agri Indonesia Luncurkan Laporan Keberlanjutan Kedua: Meningkatkan Ketahanan Pertanian (Fostering Agricultural Resilience)
Glifosat yang terkandung di dalam hasil pertanian mempengaruhi kualitas dari tanaman budidaya itu sendiri. Semakin tinggi kadar glifosat yang terkandung dalam tanaman, maka semakin menurun kualitasnya. Jika tanaman budidaya tidak memenuhi standar batas residu herbisida, maka petani tidak bisa menjual hasil panen ke luar negeri dan jika dikonsumsi akan meningkatkan resiko penyakit seperti kanker.
Tim Pandawa Agri menghela napas melihat polemik dari glifosat. Di satu sisi, menghentikan penggunaan glifosat akan menghambat keberlanjutan dan produktivitas pertanian. Di sisi lain penggunaan glifosat dapat membahayakan lingkungan, hewan, tumbuhan, tanaman utama, dan manusia itu sendiri.
Apakah Bisa Kita Pelan-Pelan Menghentikan Penggunaan Glifosat?
Saat ini kita, di Indonesia, mempunyai inovasi teknologi Reduktan Herbisida dan Insektisida yang sudah beredar di pasaran. Mengurangi penggunaan glifosat sangat bisa dilakukan dengan menggunakan teknologi reduktan tersebut. Karena glifosat adalah bahan aktif dari herbisida, maka reduktan yang digunakan adalah reduktan herbisida. Penemuan reduktan herbisida ini bisa mengurangi dosis penggunaan herbisida yang digunakan hingga 50%. Reduktan herbisida diformulasikan dengan 70% bahan non-toksik yang efektif mendukung kerja herbisida (berbahan aktif glifosat atau bahan aktif lainnya) dan tidak meninggalkan efek fitotoksisitas pada tanaman. Selain itu reduktan herbisida cepat terdegradasi sehingga tidak meninggalkan residu kimia berbahaya.
Property of Pandawa Agri Indonesia
Tahun-tahun berlalu dan kita menemukan banyak yang berubah. Dahulu nenek dan kakek kita tidak menyangka bisa berbicara dengan orang yang keberadaannya sangat jauh. Dan kita tidak menyangka bahwa apa yang kita temukan saat ini menjadi sesuatu yang jika berlebihan akan menjadi boomerang untuk kita sendiri.
Adakah inovasi lain yang bisa kita lakukan untuk memberi manfaat yang berarti untuk lingkungan dalam bidang pertanian?
Tim Pandawa Agri tertarik untuk mengulik sebuah teknik budidaya pertanian bernama tumpang sari. Apakah teman Pandawa Agri pernah mendengar tentang teknik budidaya tumpang sari ini?
Konon katanya tumpang sari dinilai lebih efektif dan efisien dalam memanfaatkan lahan pertanian. Selain menguntungkan petani dengan tanaman budidaya yang beragam, teknik tumpang sari bisa memaksimalkan perawatan yang dibutuhkan tanaman budidaya sehingga bisa menghemat biaya. Benarkah begitu?
Kita bahas di artikel selanjutnya yuk!
Source :
- https://www.europarl.europa.eu/cmsdata/219887/Pesticides%20health%20and%20food.pdf
- https://www.ehn.org/monsanto-glyphosate-impacts-wildlife-2631750527.html
- https://www.pnas.org/doi/10.1073/pnas.1803880115
- https://dnr.wi.gov/lakes/plants/factsheets/GlyphosateFactsheet.pdf
- https://www.iarc.who.int/featured-news/media-centre-iarc-news-glyphosate/
- https://www.theguardian.com/environment/2019/sep/04/germany-ban-glyphosate-weedkiller-by-2023
- https://ditjenbun.pertanian.go.id/sistem-budidaya-kopi-organik-solusi-untuk-bebas-glifosat/
- https://ditjenbun.pertanian.go.id/hati-hati-penggunaan-herbisida-justru-dapat-melemahkan-tanaman-utama/
- https://ditjenbun.pertanian.go.id/sistem-budidaya-kopi-organik-solusi-untuk-bebas-glifosat/
Tentang Pandawa Agri Indonesia
Pandawa Agri Indonesia merupakan perusahaan berbasis lifescience pertama dari Indonesia dan saat ini satu-satunya yang memiliki inovasi dalam pengembangan produk pengurang pestisida (reduktan pestisida). Berawal dari inovasi tersebut, Pandawa Agri Indonesia berkomitmen membantu para pelaku usaha pertanian untuk mewujudkan praktik-praktik pertanian yang berkelanjutan, ramah lingkungan, aman bagi pengguna, dan juga efisiensi biaya.
Untuk informasi lebih lanjut kunjungi: Pandawa Agri Indonesia